Udang Selingkuh bukanlah soal cinta segitiga, melainkan nama kuliner unik khas Papua, terutama dari daerah Wamena di Pegunungan Tengah. Namanya memang mengundang senyum, tapi rasanya membuat siapa pun ingin kembali mencicipi. Mari kita kenali lebih dalam udang yang satu ini!
Apa Itu Udang Selingkuh?
Udang Selingkuh adalah jenis udang air tawar yang ditemukan di sungai-sungai pegunungan Papua, khususnya di Wamena. Nama “selingkuh” disematkan karena udang ini memiliki capit besar seperti kepiting. Secara morfologi, hewan ini memang terlihat seperti hasil “perselingkuhan” antara udang dan kepiting—unik dan membingungkan, tapi justru itulah daya tariknya.
Udang ini hanya bisa ditemukan di perairan dengan suhu dingin dan arus deras, membuatnya langka dan bernilai tinggi. Karena keterbatasan habitat, populasi udang ini tidak terlalu besar dan sulit dibudidayakan, sehingga sering dijadikan hidangan istimewa dalam berbagai acara adat atau jamuan khusus.
Rasa dan Cara Penyajian
Tekstur dan Cita Rasa yang Menggoda
Udang Selingkuh memiliki daging yang lebih padat dan manis dibanding udang biasa. Capitnya yang besar juga menyimpan daging tebal yang gurih, mirip dengan daging kepiting. Inilah alasan mengapa banyak orang menyebutnya sebagai kuliner eksotis yang wajib dicoba jika berkunjung ke Papua.
Olahan Tradisional dan Modern
Di Wamena, Udang Selingkuh biasanya dimasak dengan cara sederhana: dibakar, direbus, atau digoreng tanpa bumbu yang berlebihan. Teknik memasaknya bertujuan menjaga rasa alami dari daging udang itu sendiri. Namun di beberapa restoran modern, udang ini bisa ditemukan dalam bentuk olahan seperti saus tiram, rica-rica, bahkan dipadukan dengan saus keju.
Tak jarang juga Udang Selingkuh disajikan bersama sayur daun ubi dan ubi jalar bakar—dua bahan makanan pokok masyarakat Papua—sehingga menciptakan perpaduan yang autentik dan mengenyangkan.
Potensi Wisata Kuliner dan Konservasi
Dengan keunikannya, Udang Selingkuh menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan lokal maupun mancanegara. Banyak yang rela terbang ke Wamena hanya untuk mencicipi langsung kelezatannya.
Namun, karena populasinya terbatas, eksploitasi berlebihan bisa mengancam keberadaannya. Oleh karena itu, penting untuk menjaga kelestariannya dengan membatasi penangkapan liar dan mengembangkan riset untuk budidaya berkelanjutan.